Jumat, 24 Desember 2010

Surau di Ujung Bukit [Cerpen Kepala Sekolah]

Gumpalan mega berarak, pucat wajah rembulan timbul tenggelam. Angin malam menyapu perbukitan, dingin munusuk sampai tulang belulang. Kemarau belum juga berlalu. Membuat malam menjadi resah, bertaburkan debu-debu jalan makadam. Di ujung jalan makadam, di atas berbukitan itu surau tua tetap tegap berdiri. Seperti menjadi saksi bisu sejarah desa Umbulan. Sebuah desa penuh klenik dan kemenyan. Penuh dengan pesta pora tarian-tarian syetan menyantap asap-asap dupa persembahyangan, di tengah pekat gulita malam. Arak, jinewer, dadu, gaple membaur dengan gelak tawa dengan umpatan-umpatan bagi yang mengalami kekalahan. Itulah warna pernik desa Umbulan, sebuah desa campur aduk budaya-agama penuh kemaksiatan.

Di depan surau yang mulai kusam itu duduk seorang lelaki berwajah senja. Di kepalanya sudah mulai sulit ditemui rambut hitam. Wajah keriputnya seperti batu alam. Namun guratan wajah itu penuh pengalaman dan kesabaran. Dialah ustadz Said. Lelaki tua imam dan pengasuh surau tersebut. Dia memilih menatap gumpalan-gumpalan mega yang berarak pekat, di temaram malam. Sementara itu beberapa muridnya nderestadarus Al Qur’an di bulan ramadhan di atas sebuah damper berbentuk elips. Dengan Al Qur’an kumal tanpa sampul dan mulai mangkak kekuning-kuningan.

Lelaki tua itu, mendesah ambil nafas dalam-dalam, seperti ada gumpalan batu di dadanya. Ingatannya masih tajam membekas peristiwa tadi siang, ketika sekelompok penduduk mendemo tempat tinggalnya, mempersoalkan materi ngajinya di lapangan Kedung Rampal.

“ Koen ojo kemlinthi, Id ! Masalah omben, medok, maen iku urusanku. Apa kamu mau kasih makan anak istriku, kalau saya berhenti berjudi,” katanya dengan wajah murka, tak sedikitpun menghormati ustadz Said. Menghadapi segelintir warga yang unjuk rasa, ustadz Said berusaha sabar dan tabah.

“ Bapak-bapak,” ucapnya memulai menanggapi dengan suara lemah tapi penuh ketegasan. “ Yang melarang itu bukan saya, tapi agama Islam yang bapak yakini, “ tegas pak ustadz.

“ Apa ada jaminan kalau saya menghentikan judi, minum-minuman keras hidup saya akan kaya ?, “ tanya salah seorang warga ketus.

“ Orang yang aqidahnya benar dan mengakui Islam sebagai kebenaran pasti yakin bahwa hidupnya dijamin Allah, “ jawab ustdaz Said. Namun nampaknya warga tidak puas dengan jawaban tersebut.

“ Pertanyaan saya, “ katanya berapi-api. “ Apa saudara Said menjamin hidup kami kalau kami berhenti berjudi.

“ Allah yang akan menjamin, “ tegasnya sekali lagi.

“ Ealah !, itu jawaban ngeles. Makanya jangan banyak tingkah kalau tak bisa berbuat banyak.” Begitulah salah satu ulah warga desa Umbulan, gampang tersinggung dan sulit diberi pengertian. Tentu menjadi tantangan berat bagi ustadz Said. Peristiwa seperti biasanya terbawa jadi topik perbincangan di surau tersebut, bahkan menjadi renungan yang sering menguras pikiran ustadz Said untuk mengatur strategi dakwahnya.

Di tengah merenung di depan surau itulah, tiba-tiba ada bayangan orang setengah baya mendekat. Wajahnya cemas pucat pasi. Dalam dingin malam keringat berkilau diterpa cahaya lampu, dengan badan yang menggigil ketakutan. Ternyata dia adalah Rukimin, seorang buruh ngroges tebu yang kedua anaknya meninggal dalam kurun waktu tiga bulan.

Ingin tahu kelanjutannya download disini

Selasa, 14 Desember 2010

Aku Di Persimpangan [Cerpen Kepala Sekolah]

Siapa yang tak ingin menikmati bintang, kala langit jernih ? Bintang-bintang bertaburan di seluruh ujung langit seperti dulu. Yang hampir bisa kunikmati setiap malam. Setiap sudut langit adalah taburan cahaya dengan kerlap-kerlip bintang, seperti kerlingan Dewi Kejora. Rembulan masih tersenyum mesra seperti dulu. Rembulan itu juga tersenyum lepas, bagaikan kekasih hati sewindu tidak ketemu. Aku ternyata sudah sangat rindu pada senyuman itu. Senyuman tanpa pamrih, tanpa batas keinginan dan kemauan. Malam ini kita ketemu lagi, dengan gelora cinta tanpa kemunafikan. Setelah nafsu dan keangkuhan selalu menjajahku. Setelah keinginan dan kemauan mengisi jiwaku. Setelah hariku tertindas oleh keserakahan, kerakusan. Malam ini rembulan itu ingin kulukis kembali dalam diriku, yang akan kunikmati di kala kesunyian mendera. Di kala sepi menguasahi hati. Di kala bahagia menjelma tanpa kata. Seperti dulu. Ya, seperti dulu.

Ketika diriku bukan siapa-siapa, ketika diriku tidak di mana-mana, dan ketika diriku bukan apa-apa. Kedamaian itu selalu menyelimuti diriku, kebahagiaan itu selalu menemaniku, keceriaan itu selalu memagariku, keimanan itu selalu menuntunku, di kala sedih, di kala sakit, di kala sepi, di kala bahagia, di kala bencana, di kala lupa, di kala merintih pedih. Namun kemana sekarang ? Semua meninggalkanku. Yang ada tinggal, kerakusan, keserakahan, kepuasan, kebencian, ke-iri-an, kedholiman. Sudah lama aku benci kepada diriku sendiri yang kehilangan jati diri. Sudah lama aku tak mengenal diriku sendiri, namaku, anakku, istriku, ayahku, ibuku, asalku. Yang sering kuingat hanya diskotik dengan sajian minumannya, wanita cantik dengan ranjang pelayanannya, mobil mewah dengan kenyamanannya, melihat musuh jika jatuh dari karirnya. Dan malam ini.

Kucumbu lagi dengan rembulan itu, seperti dulu. Ketika aku hanya anak desa penggembala kerbau. Hanya modal cambuk dan seruling, seruling yang selalu meniupkan melodi kesederhanaan. Meniupkan harmoni kejujuran. Menyenandungkan nyanyian kedamaian. Aku hanya seorang buruh penggembala, tidak pernah punya kerbaunya. Saat ini, ketika aku mampu membeli kerbau sebanyak mungkin, tapi kenapa aku tak mampu menggembalakan diriku sendiri ? Telah lama aku makan hak-hak rakyat kecil, merampas hak-hak orang lain, menipu teman seiring, menggunting dalam lipatan, semuanya jadi samar antara yang hak dan yang batil. Dulu ketika anak-anak, rembulan itu hampir selalu kulihat setiap malam, ketika aku pergi mengaji di rumah mbah Rohani. Dulu rembulan itu selalu kupandangi, ketika ronda di desa. Malam ini aku ingin menikmati wajahnya sepuas-puasnya.

***


Kisah tentang aku. Menurut catatan di belakang almari, namaku adalah Wariso. Lahir pada hari Rabu Wage. Neton-nya kalau tidak salah tiga belas. Kalau tahun Masehi tepatnya, empat belas agustus tahun sembilan belas tujuh delapan. Masa kecil hidupku di sekitar kerbau, mencari rumput, menggembala, dan memandikan kerbau. Jadi buruh jujur yang tak pernah tahu apa korupsi, ngakali, ngenthit atau sejenisnya. Atau memang tidak ada barang yang bisa enthit.

Tak tahulah. Dan barangkalai ngenthit kerbau terlalu besar, dan gampang ketahuan. Tapi memang tak terbersit sedikitpun untuk melakukan curang. Sedangkan juraganku, pak Paimo juga orang yang jujur. Sebagaimana orang desa pada umumnya, saya diperlakukan seperti anaknya sendiri. Dan walaupun aku tidak sekolah, saya belajar membaca dan berhitung sama anak pak Paimo, Munali. Karena Munali sangat senang naik ke punggung kerbau, dan sebagai gantinya saya diajari membaca dan menulis.

Jika ingin lebih lengkap Download Disini

Karya Drs. Parngadi Katmo [Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 9 Gondanglegi]

Minggu, 05 Desember 2010

Kepala Sekolah Targetkan Hafal Juz Amma

Ramadhan rasanya begitu cepat berlalu,
Bulan penuh barakah telah lama meninggalkan kita,
Seakan kemarin sore Ramadhan meninggal kita,
Semoga Amal ibadah kita diterima disisi Allah,

Kita masih harus menunggu beberapa bulan lagi,
Untuk menunggu kedatangan bulan tersebut,
Bulan penuh Rahmat,
Bulan penuh Berkah,

Masih teringat dimemory,
Ada sebuah cita-cita dari kepala sekolah ialah anak didiknya bisa menghafal Juz Amma, pada saat koordinasi ingin membuat Seminar Singkat Bilinggual dan Motivasi pada Bulan Ramadhan di SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi ada 2 seorang pemuda yang menanyakan tentang materi kepada guru bahasa Inggris SMK Muhammadiyah 7 Gondanglegi yaitu Bapak Parngadi dan juga selaku Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 9 Gondanglegi,

Bpk. Kepala Sekolah : "Kalau materi seminar yang diberikan kepada kelas 1 atau 2 itu berikan materi yang sama saja mas, kalau kelas 3 itu sudah berbeda,
Pemuda : "Iya pak, kalau di SMP Muhammadiyah apa sudah ada yang mengisi pondok ramadhannya pak"
Bpk. Kepala Sekolah : "Masih belum ada, memang sebelumnya ada rencanya untuk mengisi dari Cabang Muhammadiyah, tapi jika nanti sampeyan yang mau mengisi silahkan
Pemuda : "Iya pak, silagi kami diberikan waktu dan tempat kami bersedia,
Bpk. Kepala Sekolah : "Sebenarnya saya itu ingin anak-anak setelah lulus dari SMP mereka sudah bisa Hafal Juz Amma, jadi ketika terjun dimasyarakat mereka sudah siap menjadi imam sholat berjamaah"
Pemuda : Amiin

Pendek artikel dari admin semoga cita-cita yang luhur itu terwujud pak Amiin Ya Rabb

Semangat Berqurban *)

Hari Raya Idul Adha yang di dalamnya ada perintah berqurban telah kita lalui. Tetapi semangat dari nilai-nilai berqurban tentu masih melekat pada diri kita. Semangat ini harus kita jaga dan selalu kita perbaharuhi guna menjalaani bulan – bulan berikutnya.

Semangat berqurban tidak lepas dari tauladan yang telah dicontohkan Nabi Allah Ibrahim a.s dan putranya Ismail a.s, yang telah rela mengorbankan putra kesayangannya (Nabi Ibrahim a.s) dan nyawanya (Nabi Ismail a.s). Semua itu dilakukan karena ketaatan dan keikhlasannya serta kesabarannya kepada Allah. Ketaatan yang sebenarnya tanpa pengingkaran (apalagi tawar-menawar), keikhlasan yang sebenarnya tanpa embel-embel/pamrih setelah berqurban akan mendapatkan apa, kesabaran yang sebenarnya yaitu pasrah atas semua ketentuan Allah tanpa keluh kesah. Sebagaimana digambarkan Allah dalam Firman-Nya ( QS. Ash-Shaffat:100-107):

"Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh.Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, 105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar."


Sekarang bagaimana dengan kita sebagai seorang muslim? Sudahkah kita melaksanakan ibadah qurban tahun ini? Atau jika belum, sudah adakah niat untuk berqurban tahun depan? Atau jika belum mari kita simak kembali beberapa perintah Allah untuk berqurban berikut ini (QS. Al-Kautsar: 1-2):

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah."

Allah telah menganugerahi nikmat yang amat banyak kepada kita, bahkan jika kita menghitungnya tidak akan mampu, walau oleh seorang ahli matematika karena banyaknya nikmat yang telah diterima. Yang sering kita jadikan alasan adalah bahwa kita belum mampu, karena penghasilan kita masih kecil/sedikit. Padahal berkurban adalah perintah Allah zat yang Maha Kaya, zat yang Maha Tahu. Jika Allah telah menyuruh maka tidak mungkin Allah membiarkan orang-orang yang telah melaksanakan perintah-Nya, Allah lah yang akan menggantinya dengan nikmat yang lebih banyak dan lebih baik. Sekarang tinggal keyakinan kita sejauh mana kepada Allah.

Ada suatu kisah nyata, pada tahun 1998 yang lalu di Kauman Yogyakarta kami bertemu dengan sebuah keluarga yang sangat sederhana namun sangat bersahaja. Dinding rumahnya terbuat dari anyaman bambu, pekerjaannya sebagai tukang becak. Di depan rumah yang sederhana tadi terdapat 2 ekor kambing, yang ternyata kepunyaan keluarga tersebut untuk dikurbankan. Yang tidak kalah mengejutkan adalah bahwa keluarga ini berkurban setiap tahun. Sebagai kepala keluarga beliau menuturkan kepada kami, selama 11 bulan keluarga tersebut menyisihkan sebagian dari penghasilannya minimal Rp. 5.000 setiap harinya(11 bulan x 30 hari x Rp.5.000 = Rp. 1.650.000).

Jika tahun depan harga seekor kambing rata-rata Rp. 1.200.000, maka dengan menyisihkan penghasilan kita sebesar Rp. 4.000 perhari, insya ALLAH kita dapat berqurban seekor kambing (11 bulan x 30 hari x Rp. 4.000 = Rp. 1.320.000).
Semoga kisah tersebut menambah semangat kita untuk melaksankan salah satu perintah Allah, yaitu berqurban.

Dan ingatlah bahwa Allah tidak pernah ingkar janji, janji Allah adalah benar sebagaimana firman-Nya(QS. At-Taubat:111), berikut ini.


"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar."

Dan Allah akan menolong orang-orang yang akan menolong agama-Nya, sebagaimana firman-Nya, dalam Qur’an Surat Muhammad ayat 7 berikut ini.

"Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu."

Sekarang tunggu apalagi…., mari kita rancang untuk berkurban tahun depan, dan rasakan nikmatnya berqurban…semoga.

*) Sabar Ahmad Sholikin; Malang,20 Nopember 2010

Sumber:
http://dakwahdanpendidikan.blogspot.com/2010/11/semangat-berqurban.html

Artikel
Jika Anda ingin menampilkan artikel di website SMP Muhammadiyah Gondanglegi Silahkan Anda kirimkan ke alamat eMail kami: smpm9gondanglegi@gmail.com
 

Join Us


Statistik

Copyright 2010-2011 © SMP Muhammadiyah 9 Gondanglegi